Gambar : Bathara Narada
Prabu Kartawirya harus segera sampai di sana agar tidak ketinggalan jalannya pertempuran.
Dengan mengendarai kuda, raja Mahespati itu melaju cepat' suara hentakan kaki kuda menjadi penentu kapan Prabu Kartawirya bisa bersatu dengan rombongan.
Tidak disangka, sesampainya di pinggiran medan tempur' sang prabu mulai mendengar gemuruh yang diduga adalah bunyi denting pedang dan tombak.
Prabu Kartawirya menyedari bahwa prajurit-prajur
Di medan tempur, Patih Surata merasakan firasat positif dan hal itu menjadi pertanda bahwa Prabu Kartawirya sudah berada di medan perang.
Optimis, itulah kata yang ada didalam pikiran Patih Surata setelah ia menduga bahwa dirinya memperoleh pesan lewat ilmu telepati.
Pasukan dari Mahespati masih menguasai jalannya pertempuran, tetapi dalam tekanan yang besar karena lawan yang dihadapi adalah pasukan dari Lokapala' karena menang jumlah, pasukan yang menyerbu jauh lebih agresif.
Patih Surata kewalahan menghadapi puluhan bahkan ribuan serangan dari berbagai penjuru. Dan tidak disangka, tanpa sadar Patih Surata mulai mengetahui berapa perbandingan kekuatan pasukan Mahespati dengan pasukan Lokapala.
Jumlah pasukan Mahespati rupanya tidak cukup menguasai, akhirnya banyak prajurit yang gugur. Sementara itu Senapati Kartanadi masih berkutat dalam pengepungan dan tidak bisa berbuat banyak.
Akan tetapi suasana dalam tekanan itu berubah 180 derajat setelah dari jauh muncul sesosok penunggang kuda.
Jumlah pasukan Mahespati rupanya tidak cukup menguasai, akhirnya banyak prajurit yang gugur. Sementara itu Senapati Kartanadi masih berkutat dalam pengepungan dan tidak bisa berbuat banyak.
Akan tetapi suasana dalam tekanan itu berubah 180 derajat setelah dari jauh muncul sesosok penunggang kuda.
Akhirnya Prabu Kartawirya datang membantu pasukannya yang bertempur dalam kepungan, sambil berkendara di atas pelana' sang Prabu melepas anak panah neraca bala sehingga puluhan prajurit dari Lokapala menyebar karena takut terkena panah.
Patih Banendra yang menikmati jalannya pertempuran mulai terkejut saat pasukan dibawah kendalinya bubar mawut. Dari jauh ia melihat anak panah yang jumlahnya ribuan' sontak Patih Banendra menduga bahwa orang yang melepas anak panah sebanyak itu bukan orang sembarangan.
Patih Banendra lantas mengirim pesan lewat ilmu telepati kepada Prabu Danaraja bahwa orang yang dinanti sudah muncul.
Sementara itu, di negeri Lokapala' Prabu Danaraja menerima pesan itu dan segera bergegas menyusul ke medan perang.
Patih Banendra yang menikmati jalannya pertempuran mulai terkejut saat pasukan dibawah kendalinya bubar mawut. Dari jauh ia melihat anak panah yang jumlahnya ribuan' sontak Patih Banendra menduga bahwa orang yang melepas anak panah sebanyak itu bukan orang sembarangan.
Patih Banendra lantas mengirim pesan lewat ilmu telepati kepada Prabu Danaraja bahwa orang yang dinanti sudah muncul.
Sementara itu, di negeri Lokapala' Prabu Danaraja menerima pesan itu dan segera bergegas menyusul ke medan perang.
Prabu Kartawirya dengan gagah berani melawan seluruh prajurit Lokapala yang mulai mundur perlahan.
Melihat sang Prabu beraksi, seluruh prajurit Mahespati ikut terbakar semangatnya dan mengikuti Prabu Kartawirya untuk membantu memundurkan musuh.
Tetapi, perlawanan pasukan Mahespati tidak berlangsung lama' dari jauh muncullah orang yang selama ini ditunggu. Dialah Prabu Danaraja dari Lokapala yang mulai menampakkan diri turut berperang.
Keadaan semakin mencekam dan sulit diprediksi, langit pun mulai mendung dan suara petir terdengar mengguncang mayapada.
Prabu Danaraja memperlihatkan kegagahannya dengan menaiki seekor kuda cokelat. Sambil membawa sebilah pedang, Prabu Danaraja melaju kencang menerjang barisan lawan.
Melihat sang Prabu beraksi, seluruh prajurit Mahespati ikut terbakar semangatnya dan mengikuti Prabu Kartawirya untuk membantu memundurkan musuh.
Tetapi, perlawanan pasukan Mahespati tidak berlangsung lama' dari jauh muncullah orang yang selama ini ditunggu. Dialah Prabu Danaraja dari Lokapala yang mulai menampakkan diri turut berperang.
Keadaan semakin mencekam dan sulit diprediksi, langit pun mulai mendung dan suara petir terdengar mengguncang mayapada.
Prabu Danaraja memperlihatkan kegagahannya dengan menaiki seekor kuda cokelat. Sambil membawa sebilah pedang, Prabu Danaraja melaju kencang menerjang barisan lawan.
Prabu Kartawirya menyambut kedatangan lawan utamanya, sambil mempersiapkan diri' sang Prabu memikirkan siasat guna mengalahkan raja Lokapala itu.
Suasana mengguncang jagad raya karena Prabu Kartawirya dan Prabu Danaraja akan beradu senjata pusaka. Maka terjadilah adu panah dari jarak jauh antara dua orang raja.
Prabu Kartawirya melepas panah-panah saktinya, begitu pun Prabu Danaraja yang juga melakukan hal serupa. Seluruh prajurit yang masih terlibat baku hantam malah turut menjadi korban hujan jemparing panah.
Tidak sedikit korban bergelimpangan diantara kedua belah pihak, prajurit Mahespati dan Lokapala bubar berantakan karena mencoba menghindar dari serbuan anak panah.
Para Dewa menyaksikan pertarungan sengit antara Prabu Kartawirya dengan Prabu Danaraja, mereka begitu khawatir lantaran raja Lokapala tersebut memiliki jurus rahasia yang membuatnya sulit dikalahkan yakni Jurus Rawarontek.
Suasana mengguncang jagad raya karena Prabu Kartawirya dan Prabu Danaraja akan beradu senjata pusaka. Maka terjadilah adu panah dari jarak jauh antara dua orang raja.
Prabu Kartawirya melepas panah-panah saktinya, begitu pun Prabu Danaraja yang juga melakukan hal serupa. Seluruh prajurit yang masih terlibat baku hantam malah turut menjadi korban hujan jemparing panah.
Tidak sedikit korban bergelimpangan diantara kedua belah pihak, prajurit Mahespati dan Lokapala bubar berantakan karena mencoba menghindar dari serbuan anak panah.
Para Dewa menyaksikan pertarungan sengit antara Prabu Kartawirya dengan Prabu Danaraja, mereka begitu khawatir lantaran raja Lokapala tersebut memiliki jurus rahasia yang membuatnya sulit dikalahkan yakni Jurus Rawarontek.
Dari kahyangan Jonggirisaloka, Batara Guru mulai was-was jika Jurus Rawarontek muncul dimedan perang karena bisa membahayakan semua orang.
Lantas, Batara Guru memerintahkan Batara Narada untuk datang ke Pertapaan Grastina dimana Dewi Danuwati berada. Tugasnya sudah jelas, ialah membantu istri Prabu Kartawirya bersalin dengan bantuan para Bidarari sebagai bidan.
Batara Narada segera memenuhi perintah, patih para dewa itu turun ke bumi bersama para bidadari menuju Pertapaan Grastina.
Cerita berganti di pertapaan Grastina, Resi Gotama dan Dewi Indradi masih mengawasi kondisi kesehatan Dewi Danuwati yang mulai labil akibat kontraksi.
Resi Gotama berharap kondisi permaisuri Prabu Kartawirya baik-baik saja, tapi rupanya diluar perkiraan sang dewi mulai merasakan sakit yang teramat sangat.
Resi Gotama memerintahkan Dewi Indradi menenangkan Dewi Danuwati yang mulai kesakitan, suara teriakan semakin nyaring terdengar.
Untungnya Batara Narada datang tepat waktu, bersama para bidadari dewa bertubuh cebol itu mengunjungi Resi Gotama yang sedang khawatir.
Lantas, Batara Guru memerintahkan Batara Narada untuk datang ke Pertapaan Grastina dimana Dewi Danuwati berada. Tugasnya sudah jelas, ialah membantu istri Prabu Kartawirya bersalin dengan bantuan para Bidarari sebagai bidan.
Batara Narada segera memenuhi perintah, patih para dewa itu turun ke bumi bersama para bidadari menuju Pertapaan Grastina.
Cerita berganti di pertapaan Grastina, Resi Gotama dan Dewi Indradi masih mengawasi kondisi kesehatan Dewi Danuwati yang mulai labil akibat kontraksi.
Resi Gotama berharap kondisi permaisuri Prabu Kartawirya baik-baik saja, tapi rupanya diluar perkiraan sang dewi mulai merasakan sakit yang teramat sangat.
Resi Gotama memerintahkan Dewi Indradi menenangkan Dewi Danuwati yang mulai kesakitan, suara teriakan semakin nyaring terdengar.
Untungnya Batara Narada datang tepat waktu, bersama para bidadari dewa bertubuh cebol itu mengunjungi Resi Gotama yang sedang khawatir.
Resi Gotama menghaturkan sembah, Batara Narada menerima sembah sang Begawan. Kali ini tujuan Batara Narada ke bumi adalah turut membantu kelahiran Dewi Danuwati. Resi Gotama cukup senang dengan apa yang ditawarkan oleh Batara Narada.
Tanpa basa-basi, Batara Narada segera memerintahkan para bidadari memproses persalinan Dewi Danuwati agar cepat selesai.
Suasana dramatis mewarnai jalannya proses persalinan, Dewi Danuwati mulai menjalani tahap demi tahap persalinan yang menyakitkan.
Keringat dan jerit menjadi bumbu yang tidak bisa terlepas, para bidadari dengan cekatan dan telaten berhasil membuat Dewi Danuwati sukses melahirkan seorang anak.
Sesuai ramalan, anak yang lahir berjenis laki-laki dengan cahaya berkilau. Bisa jadi anak yang baru lahir itu adalah titisan Batara Wisnu.
Kemudian setelah semuanya berlalu, para bidadari melapor kepada Batara Narada bahwa persalinan telah usai dan berjalan sukses.
Lalu, Resi Gotama dan Dewi Indrandi ikut masuk ke dalam menemui Dewi Danuwati. Mereka berdua memuji syukur atas keselamatan sang dewi, rupanya tidak hanya sang bayi yang lahir tetapi juga munculnya sebuah senjata sakti.
Resi Gotama mengambil senjata sakti itu disamping sang bayi, pertapa tua itu mengatakan bahwa senjata sakti ini adalah milik Batara Wisnu.
Batara Narada segera memerintahkan Resi Gotama untuk mengirim senjata itu kepada Prabu Kartawirya yang sedang bertempur guna mengusir wadyabala Lokapala.
Tanpa basa-basi, Batara Narada segera memerintahkan para bidadari memproses persalinan Dewi Danuwati agar cepat selesai.
Suasana dramatis mewarnai jalannya proses persalinan, Dewi Danuwati mulai menjalani tahap demi tahap persalinan yang menyakitkan.
Keringat dan jerit menjadi bumbu yang tidak bisa terlepas, para bidadari dengan cekatan dan telaten berhasil membuat Dewi Danuwati sukses melahirkan seorang anak.
Sesuai ramalan, anak yang lahir berjenis laki-laki dengan cahaya berkilau. Bisa jadi anak yang baru lahir itu adalah titisan Batara Wisnu.
Kemudian setelah semuanya berlalu, para bidadari melapor kepada Batara Narada bahwa persalinan telah usai dan berjalan sukses.
Lalu, Resi Gotama dan Dewi Indrandi ikut masuk ke dalam menemui Dewi Danuwati. Mereka berdua memuji syukur atas keselamatan sang dewi, rupanya tidak hanya sang bayi yang lahir tetapi juga munculnya sebuah senjata sakti.
Resi Gotama mengambil senjata sakti itu disamping sang bayi, pertapa tua itu mengatakan bahwa senjata sakti ini adalah milik Batara Wisnu.
Batara Narada segera memerintahkan Resi Gotama untuk mengirim senjata itu kepada Prabu Kartawirya yang sedang bertempur guna mengusir wadyabala Lokapala.
Resi Gotama pun lantas berangkat ke medan perang menemui Prabu Kartawirya. Cerita berganti, kali ini di medan perang' Prabu Kartawirya dengan gesit melakukan serangan-serang an terhadap Prabu Danaraja.
Keduanya saling beradu kesaktian, tidak jarang banyak prajurit dari kedua belah pihak yang terkena sisa serangan.
Ada yang terbakar tubuhnya, ada yang patah kakinya, ada yang putus leher dari kepalanya dan ada yang buntung kedua tangannya.
Dampak dari pertarungan itu menyebabkan korban berjatuhan dari kedua belah pihak. Nyatanya dua raja besar itu tidak ada yang mau mengalah.
Untuk mengakhiri pertarungan, Prabu Kartawirya menggunakan senjata pusaka berupa anak panah. Dilepaskanlah anak panah itu dan tepat menebas leher Prabu Danaraja. Hebatnya, Prabu Danaraja tidak bisa mati karena tubuhnya dilindungi oleh Aji Rawarontek yang membuat organ tubuhnya kembali bersatu seperti sedia kala.
Tidak kehilangan akal, Prabu Kartawirya kembali melepas anak panah yang jumlahnya lebih banyak. Satu per satu banyak anak panah yang melukai tubuh Prabu Danaraja.
Kedua tangan dan kaki jebol terhempas anak panah, bahkan kepala sang prabu juga ikut jebol terhempas pula. Tetapi, sekali lagi Aji Rawarontek bekerja cepat dan kembali utuh kedua tangan maupun kaki hingga kepalanya.
Prabu Kartawirya begitu jengkel menyaksikan pemandangan yang tidak lazim itu. Ia berganti senjata dari busur ke senjata keris pusaka.
Raja Mahespati itu mencoba bertarung secara dekat agar bisa mencari titik lemahnya. Namun, berkali-kali ditusuk bahkan ditebas sekali pun' Prabu Danaraja begitu digdaya tiada tanding.
Keduanya saling beradu kesaktian, tidak jarang banyak prajurit dari kedua belah pihak yang terkena sisa serangan.
Ada yang terbakar tubuhnya, ada yang patah kakinya, ada yang putus leher dari kepalanya dan ada yang buntung kedua tangannya.
Dampak dari pertarungan itu menyebabkan korban berjatuhan dari kedua belah pihak. Nyatanya dua raja besar itu tidak ada yang mau mengalah.
Untuk mengakhiri pertarungan, Prabu Kartawirya menggunakan senjata pusaka berupa anak panah. Dilepaskanlah anak panah itu dan tepat menebas leher Prabu Danaraja. Hebatnya, Prabu Danaraja tidak bisa mati karena tubuhnya dilindungi oleh Aji Rawarontek yang membuat organ tubuhnya kembali bersatu seperti sedia kala.
Tidak kehilangan akal, Prabu Kartawirya kembali melepas anak panah yang jumlahnya lebih banyak. Satu per satu banyak anak panah yang melukai tubuh Prabu Danaraja.
Kedua tangan dan kaki jebol terhempas anak panah, bahkan kepala sang prabu juga ikut jebol terhempas pula. Tetapi, sekali lagi Aji Rawarontek bekerja cepat dan kembali utuh kedua tangan maupun kaki hingga kepalanya.
Prabu Kartawirya begitu jengkel menyaksikan pemandangan yang tidak lazim itu. Ia berganti senjata dari busur ke senjata keris pusaka.
Raja Mahespati itu mencoba bertarung secara dekat agar bisa mencari titik lemahnya. Namun, berkali-kali ditusuk bahkan ditebas sekali pun' Prabu Danaraja begitu digdaya tiada tanding.
Prabu Danaraja amat sakti, ia tidak bisa dikalahkan begitu saja.
Pasukan dari pihak Mahespati mulai khawatir jika raja mereka akan kalah dalam pertempuran.
Prabu Kartawirya semakin nekat, ia akhirnya berani menghadapi raja Lokapala itu dari jarak dekat.
Maka adu hantam tidak terhindarkan, tebasan keris melukai tubuh Prabu Danaraja hingga darah mengalir seperti tetesan air hujan.
Meski sudah dilukai, raja Lokapala putra Begawan Wisrawa itu masih terlihat tangguh bahkan jumawa.
Prabu Kartawirya mulai putus asa karena berkali-kali menyerang tidak kunjung berhasil.
Pasukan dari pihak Mahespati mulai khawatir jika raja mereka akan kalah dalam pertempuran.
Prabu Kartawirya semakin nekat, ia akhirnya berani menghadapi raja Lokapala itu dari jarak dekat.
Maka adu hantam tidak terhindarkan, tebasan keris melukai tubuh Prabu Danaraja hingga darah mengalir seperti tetesan air hujan.
Meski sudah dilukai, raja Lokapala putra Begawan Wisrawa itu masih terlihat tangguh bahkan jumawa.
Prabu Kartawirya mulai putus asa karena berkali-kali menyerang tidak kunjung berhasil.
Lalu, dari arah belakang' muncul Resi Gotama membantu Prabu Kartawirya dengan membawa senjata cakra. Alangkah gembiranya Prabu Kartawirya setelah diberi bantuan, maka sang prabu kembali bertarung.
Melihat Prabu Kartawirya membawa senjata cakra, Prabu Danaraja jadi teringat pesan kakeknya yakni Prabu Lokawana raja Lokapala terdahulu.
Mendiang Prabu Lokawana pernah bercerita bahwa kelak akan muncul ksatria penitisan Bathara Wisnu dengan membawa senjata cakra untuk menumpas angkara murka.
Prabu Danaraja mulai ketakutan, ia memerintahkan seluruh pasukan untuk mundur agar tidak merasakan kedahsyatan senjata cakra.
Seluruh wadyabala Lokapala mundur atas perintah Prabu Danaraja karena melihat bantuan datang bagi Prabu Kartawirya.
Melihat Prabu Kartawirya membawa senjata cakra, Prabu Danaraja jadi teringat pesan kakeknya yakni Prabu Lokawana raja Lokapala terdahulu.
Mendiang Prabu Lokawana pernah bercerita bahwa kelak akan muncul ksatria penitisan Bathara Wisnu dengan membawa senjata cakra untuk menumpas angkara murka.
Prabu Danaraja mulai ketakutan, ia memerintahkan seluruh pasukan untuk mundur agar tidak merasakan kedahsyatan senjata cakra.
Seluruh wadyabala Lokapala mundur atas perintah Prabu Danaraja karena melihat bantuan datang bagi Prabu Kartawirya.
Akhirnya pertarungan pun dimenangkan tanpa harus mengorbankan lebih banyak korban.
Meski begitu, Prabu Kartawirya masih khawatir jika mereka kembali lagi menduduki bumi Mahespati. Namun, Resi Gotama menjamin bahwa semua masalah keamanan tidak akan mengacaukan kedamaian di masa mendatang.
(Bersambung)
Meski begitu, Prabu Kartawirya masih khawatir jika mereka kembali lagi menduduki bumi Mahespati. Namun, Resi Gotama menjamin bahwa semua masalah keamanan tidak akan mengacaukan kedamaian di masa mendatang.
(Bersambung)
0 Response to "Kisah Arjuna Sasrabahu : Danaraja Ngraman (Episode 04)"
Post a Comment